.

.
Politik    Sosial    Budaya    Ekonomi    Wisata    Hiburan    Sepakbola    Kuliner    Film   
Home » , » PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA

PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA

Posted by LINGKAR METAPHYSICS on Selasa, 17 Juni 2014



PENDAHULUAN
Berbicara mengenai pelayanan publik di Indonesia bagaikan mengurai benang kusut. Barangkali bukan lagi kita bertanya : Kapan pelayanan publik kita semakin baik? Tetapi pertanyaan sudah berubah menjadi menjadi setengah keputusasaan : Masihkah ada harapan untuk perbaikan pelayanan publik ? Dan jawabannya adalah Wallahu a’lam bisawwab (hanya Allah yang tahu).
Yah, bukan mengada-ada, upaya perbaikan pelayanan publik sama susahnya dengan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Berbagai upaya telah dilakukan sejak anak di didik di sekolah, Pendidikan Moral Pancasila dengan P4nya telah dijejalkan sejak SD, di perguruan tinggi ada jurusan Pemerintahan dan Administrasi Publik bahkan ada sekolah khusus pemerintahan seperti APDN yang berubah menjadi STPDN, juga Institut Ilmu Pemerintahan (IIP) bahkan IP lulusannyapun tinggi-tinggi.
Ketika menjadi pegawai negeri, untuk menjadi PNS penuh sudah dilakukan Prajabatan yang salah satu diantara mata ajarnya adalah Pelayanan Prima. Belum berbagai Diklat yang diselenggarakan oleh berbagai instansi di pusat dan daerah dalam rangka meningkatkan kapasitas dan peningkatan kinerja PNS. Setelah lulus Prajabatan dan setiap menduduki jabatan baru mereka diambil sumpah dan tiap bulannya setiap tanggal 17 juga melakukan upacara dengan selalu mengikrarkan Panca Prasetya KORPRI. Mereka juga memiliki aturan dasar yaitu Disiplin Pegawai Negeri Sipil yang tertuang dalam PP No.30 tahun 1980. Tetapi semuanya seolah tanpa bekas dan pelayanan publikpun tetap amburadul.
Berbagai peraturan berikut “reward and punishment”nyapun telah dibuat, bahkan selalu diperbaharui oleh pejabat yang baru khususnya Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara. Bahkan dalam rangka itu, saat ini kementerian PAN telah berubah menjadi Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Mungkin semua itu terjadi karena sikap mental (Mind Set) yang telah terbentuk ratusan tahun sejak nenek moyang kita dan jaman penjajahan. Bahwa Raja dan pejabat kerajaan adalah orang-orang yang harus selalu dihormati dan dilayani rakyatnya, bukan melayani. Dan pada jaman penjajahan, penjajah Belanda dan para pegawainya adalah orang yang asal perintah dan hidupnya bermewah-mewah diatas penderitaan rakyat. Oleh karena itu ketika kemerdekaan tiba, banyak orang tua yang bermimpi dan mendorong anaknya sekolah agar kelak menjadi pegawai yang hidupnya enak, gajian tiap bulan, dihormati dan bisa memerintah orang-orang serta terpandang dalam masyarakat.
Nah, ketika jaman dan tuntutan berubah dimana paradigma Pegawai Negeri tidak lagi sebagai pihak yang selalu dilayani tetapi melayani, karena paradigma lama sudah terlanjur mendarah daging maka sangatlah sulit untuk berubah.
Ini dapat kita saksikan dan rasakan bagaimana ketika kita mengurus KTP, KK, SIM, STNK, Akta Kelahiran, Sertifikat Tanah, Ijin Usaha, pelayanan Rumah Sakit dan urusan lainnya seolah dipersulit, lama dan menghabiskan banyak biaya. Padahal yang mewajibkan kita memiliki surat-surat penting itu adalah pemerintah, tetapi pemerintah sendiri yang mempersulit kepengurusannya. Mungkin benar pameo yang sering kita dengar, bahwa prinsip kerja mereka adalah“ Kalau bisa dipersulit kenapa mesti dipermudah” dan “ Kalau bisa bayar kenapa mesti gratis ”. Seharusnya dengan paradigma baru, maka kepentingan masyarakat harus dilayani dengan mudah, cepat dan murah. Karena PNS digaji dari uang rakyat, maka sepantasnya mereka memberikan pelayanan terbaik buat rakyat.






TUNTUTAN PERBAIKAN
Pelayanan Publik memiliki implikasi kedalam dan keluar negeri. Ke dalam negeri sangat terkait dengan kehidupan politik kita. Buruknya pelayanan publik dapat mendorong munculnya krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Krisis kepercayaan ini dapat teraktualisasi dalam bentuk protes dan demonstrasi yang cenderung tidak sehat bahkan anarkis yang menunjukkan kefrustasian publik terhadap pemerintahnya. Bahkan pada ujungnya dapat memicu mereka untuk menurunkan pemerintahan yang syah.
Sedangkan implikasi keluar negeri adalah terkait daya tarik investasi di negara kita. Dengan citra pelayanan publik yang buruk termasuk adanya pungli oleh oknum-oknum tertentu ditambah infrastruktur yang rusak, maka para investor akan menjauh dari Indonesia. Belum terkait pengurusan ijin usaha yang berbelit, memakan waktu berbulan-bulan serta berbiaya tingi. Mereka ingin segala urusannya lancar, dengan biaya yang murah serta proses perijinan yang cepat. Akibatnya banyak investor yang tidak jadi menanamkan modalnya di Indonesia atau memindahkan usaha ke negara lain, padahal semakin banyak mereka membuka usaha di Indonesia akan semakin banyak tenaga kerja yang terserap, pengangguran berkurang, pendapatan rakyat naik, ada pemasukan terhadap kas negara sehingga pertumbuhan ekonomi kita menjadi lebih cepat.

Selama ini kita dikenal sebagai negara yang kurang menarik bagi investor, menurut survey International Finance Corporation (IFC), sebuah lembaga di bawah Bank Dunia pada tahun 2008, Indonesia menduduki peringkat 123 dari 178 negara yang di survei. Sementara negara-negara tetangga kita seperti Singpura menempati ranking 1, Australia 9, Thailand 15, Malaysia 24, dan Vietnam 91. Sungguh ini sangat memprihatinkan.
Oleh karena itu, perbaikan pelayanan publik mutlak diperlukan agar image buruk masyarakat terhadap pemerintah dapat diperbaiki, ini sekaligus meningkatkan kepercayaan investor terhadap Indonesia. Sebenarnya sudah banyak usaha yang dilakukan oleh pemerintah kita, tetapi mungkin karena terlalu tambunnya birokrasi kita dengan paradigma lama yang susah berubah ditambah dengan luasnya wilayah sehingga menyulitkan dalam pengawasan dan evaluasi, maka semua peraturan itu mentah di lapangan.
Pada Rencana Pembangunan jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009 pemerintah menetapkan Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik dengan 9 sasaran utama yaitu :
1. Meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat dan dunia usaha.
2. Menerapkan prinsip-prinsip Good Governance dalam kegiatan pelayanan.
3. Melakukan deregulasi, debirokratisasi dan privatisasi untuk menghilangkan berbagai hambatan dalam pelayanan publik.
4. Meningkatkan penerapan sistem merit dalam pelayanan.
5. Memantapkan koordinasi dalam pelayanan.
6. Mengoptimalkan penggunaan ICT dalam pelayanan publik.
7. Mengintensifkan penanganan pengaduan masyarakat.
8. Mengembangkan partisipasi masyarakat, khususnya di wilayah kabupaten/kota dalam kegiatan perumusan program dan kebijakan layanan publik.
9. Mengembangkan mekanisme pelaporan kinerja pelayanan publik.






Sungguh indah dan menyeluruh program di atas, tetapi sekali lagi, semua itu akhirnya kandas di implementasinya.






CONTOH KEBERHASILAN
Mungkin tidak semua program pemerintah dalam peningkatan pelayanan publik tidak berhasil. Ada beberapa yang sudah mengalami perbaikan walaupun belum maksimal. Contohnya pelayanan di bank-bank milik pemerintah yang mulai meniru gaya pelayanan bank swasta sehingga pelayanannya lebih baik. Para pegawainya juga tampil ramah, sopan, rapi, murah senyum dan menunjukkan itikad untuk melayani pelanggan dengan baik.
Selain itu di era Otonomi Daerah ini ada berbagai inovasi dalam pelayanan publik terutama yang berhasil dikembangkan oleh beberapa kabupaten dan kota di Indonesia, seperti :
1. Kabupaten Sragen : Mengembangkan e-government sampai tingkat kecamatan, menerapkan layanan “drive-thru” untuk pembayaran pajak STNK.
2. Kabupaten Karanganyar : Menciptakan LARASITA (Layanan Rakyat Administrasi Pertanahan) yaitu sistem layanan “mobile” untuk keperluan layanan pertanahan.
3. Kabupaten Jembrana : Mampu menaikkan PAD dari Rp.1 miliar tahun 2001 menjadi Rp.11, 2 miliar tahun 2006, mulli 2001 membebaskan SPP sejak SD sampai SMU, memberi subsidi asuransi kesehatan masyarakat, subsidi dan pembebasan PBB untuk lahan sawah, kartu pegawai gratis sekaligus sebagai ATM dan penghematan APBD sampai 50%.
4. Kota Solok : Reformasi birokrasi dengan penggabungan beberapa dinas, peningkatan pendapatan pegawai, pelayanan terpadu, menerbitkan Perda Etika Pemerintahan Daerah dengan melibatkan tokoh masyarakat.
5. Kabupaten Lamongan : Pembuatan Sistem Administrasi Kependudukan, pelayanan akte catatan sipil melalui layanan jemput bola serta pembuatan Lamongan Integrated Shore-Base.
6. Kabupaten Pare-Pare : Pembentukan UPT-SINTAP (Unit Pelayanan Terpadu Sistem Pelayanan Satu Atap) untuk perijinan daerah Kota Pare-Pare.
7. Kota Balik Papan : Program pro-poor budgetting dengan mengalokasikan anggaran minimal 2,5% untuk penanggulangan kemiskinan, pelayanan gratis bagi keluarga miskin dengan menggunakan KTP Gakin, pelimpahan wewenang Walikota kepada Kepala Kantor Catatan Sipil dalam urusan administrasi kependudukan.
8. Dll.






PENUTUP
Nah, dari uraian di atas tergambarkan dengan jelas bahwa sebenarnya sudah banyak usaha yang dilakukan pemerintah untuk memperbaiki pelayanan publik, walaupun sebagian besar belum berhasil. Tetapi beberapa bukti juga menunjukkan bahwa kalau digarap secara serius maka perbaikan pelayanan publik juga dapat dilaksanakan seperti pada beberapa kabupaten dan kota yang disebutkan di atas. Nampaknya yang tampak paling dominan dalam perbaikan pelayanan publik di daerah ini adalah kemauan keras dari kepemimpinan daerah. Maju-mundurnya daerah dalam sistem Otonomi Daerah saat ini tergantung dari inovasi dan kreatifitas Kepala Daerah.
Oleh karena itu daerah lain yang belum mengalami perbaikan dalam pelayanan publik perlu belajar pada daerah-daerah di atas dengan melakukan studi banding. Juga dalam Diklat bagi Kepala Daerah baru yang diselenggarakan Kemendagri, para Bupati/Walikota unggulan seyogyanya dijadikan Narasumber dalam Diklat tersebut. Hal ini disamping menjadi kebanggan bagi mereka, juga akan menjadikan para Kepala Daerah lain malu kalau mereka tidak bisa berbuat apa-apa selama memimpin. Apalagi bagi mereka yang ingin terpilih kembali dengan suara mayoritas tanpa mengeluarkan biaya yang terlalu besar seperti Gubernur Gorontalo Fadel Mohamad (mantan), Walikota Tangerang Wahidin Halim dan Walikota Solo Joko Widodo (Jokowi) yang dikenal sebagai pemimpin yang merakyat dan banyak melakukan terobosan dalam pelayanan publik.

Maka tidak ada jalan lain bagi mereka kecuali bekerja keras memperbaiki pelayanan publik dan memajukan daerah. Jadi, kalau mereka tidak berbuat banyak selama memimpin, maka kehadiran mereka sebagai pemimpin disitu tidak ada artinya, dan mereka tidak akan dikenang dalam sejarah. Lebih-lebih bagi mereka yang sudah tidak berprestasi malah melakukan korupsi besar-besaran seperti yang terjadi di banyak daerah di Indonesia. Sungguh manusia tidak berguna..........
Oleh Endarto (Widyaiswara badan Diklat Provinsi Banten)

SHARE :
CB Blogger

Posting Komentar

 
Copyright © 2014 LINGKAR METAPHYSICS. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Template by Creating Website and CB Blogger